“Bersukacitalah
senantiasa, tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah
yang dikehendaki Allah di dalam Kristus bagi kamu. Janganlah padamkan Roh.”
(1
Tes. 5:16-19)
Inilah sepenggal kisah seorang
peziarah yang memberikan kesaksian berdasarkan pengalaman peziarahan doanya. Pengalaman
ini membawa peziarah sampai pada suatu perubahan di dalam cara hidup doanya.
Saat itu, seorang peziarah mempunyai doa permohonan atau intensi khusus di
dalam kehidupannya. Ia mempunyai keyakinan bahwa doanya akan dikabulkan melalui
ziarahnya ke 9 tempat goa Maria. Ia pun berencana untuk berziarah ke 9 tempat
Goa Maria antara lain: Goa Maria Sendang Sono, Kaliori, Kereb Ambarawa,
Jatiningsih, Giriwening, Sendang Sriningsih, Pohsarang, Tritis dan
Marganingsih. Rencana itu segera dilaksanakan olehnya. Peziarahannya di mulai
dari Goa Maria Sendang Sono, ia mulai doanya dengan devosi jalan salib. Ketika
ia telah selesai jalan salib, ia memanjatkan doa atau intensinya melalui Bunda
Maria,” Ya Bunda Maria Perawan yang suci,
aku bersembah sujud kepadamu, bahwa aku mengalami diri di dalam kedukaan,
bantulah aku agar aku mengalami sukacita dan kebahagiaan, sekaligus mohon
rahmat kesembuhan. Ya Bundaku, sampaikanlah doaku ini kepada Yesus Putra-Mu Sang
maha raja Kerajaan Damai setiap doa dikabulkan.Amin,, Bapa Kami.,Salam Maria,
dan kemuliaan 3x ” Pada hari yang pertama ini, peziarah merasa lega telah
mengungkapkan doa permohonannya. Ia pun mulai melanjutkan peziarahannya ke Goa
Maria yakni Sendang Jatiningsih. Setibanya di tempat ziarah, seperti biasa ia
berdevosi jalan salib dan mulai memanjatkan doa yang sama kepada Tuhan di
hadapan Bunda Maria. Kelegaan hati telah diperolehnya, seusai ia berdoa. Hari ketiga,
peziarah ini mengunjungi Goa Maria Sendang Sriningsih, Prambanan. Devosi
favoritnya pun dijalani penuh sukacita, tanpa kesedihan apapun.
Di hadapan Bunda Maria, peziarah
duduk bersila dan ingin memanjatkan doa permohonannya. Tetapi, ketika peziarah
telah mengucapkan doanya, ia ingat tentang ajaran spiritualitas dari bapa
rohani dengan suatu ungkapan,“Anakku,
yang dikasihi Tuhan, mengapa doa permohonanmu itu sama terus-menerus, tanpa ada
perubahan ? Padahal Tuhan itu tahu apa yang kamu inginkan, Anakku..! Bisakah kamu
berdoa secara kreatif? Tuhan itu Mahatahu, dan menunggu doamu yang lebih kreatif.”
Peziarah pun mulai menyadarinya. Oleh karena itu, ia mulai berpikir,”Bagaimana doa yang kreatif?”. Tak lama
kemudian, ia mendapatkan jawabannya dari pesan Bapa Rohaninya, “Ohhh, aku tahu, doa permohonan yang kreatif
bahwa aku tidak hanya berdoa untuk diriku sendiri, tetapi doaku untuk sanak
saudara bahkan semua orang yang mengalami kedukaan demi kebahagiaan mereka.
Selain itu, doaku akan aku tambah dengan laku pantang dan puasa untuk mereka.”
Akhirnya, peziarah ini melanjutkan ziarah Goa Maria. Dengan penuh sukacita,ia
mempersembahkan doanya dan serasa ia telah dipenuhi oleh RohNya. Dengan segala
ketekunan dalam doa, pantang dan puasanya, ia percaya bahwa Tuhan akan
memberikan kebahagiaan sejati bagi semua orang, tanpa kekurangan apapun. Dengan
demikian, ia pun merasakan tanda kesuburan hidup yang melimpah dari Tuhan yang
dirasakan di dalam kehidupan sehari-hari dan tak kunjung henti berdevosi kepada
Bunda Maria.
Dengan menyimak sepenggal
kisah di atas, kita dapat mengetahui
kesaksian peziarah yang mengalami perkembangan imannya. Pemahaman baru yang
diperolehnya, mampu membawanya pada perubahan cara di dalam berdoa bahwa ia
berdoa bukan untuk dirinya sendiri. Bukanlah sifat egois yang diungkapkan dalam
doa permohonannya, namun ia mampu melampaui dirinya. Kita tidak bisa memaksakan
kehendak sendiri kepada Tuhan, sebaliknya kita seharusnya memahami
kehendak-Nya, seperti peziarah di atas. Yang perlu kita cermati yakni peziarah
ini bukanlah sebagai pembaca doa, melainkan ia hidup di dalam doa. Sebab, kita
mengetahui bahwa ia tak kunjung henti dalam devosi untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan. Kehidupan doanya pun diimbangi dengan pantang dan puasa untuk
orang lain, bukan untuk dirinya sendiri. Puasa pun membawa doa-doa kita ke
dalam wilayah yang berbeda. Dengan puasa, kita akan menambah suasana yang
kondusif bagi Allah untuk bekerja dan mudah untuk memahami kehendak Allah,
sehingga Allah akan memberikan ramat yang berlimpah dan menjawab doa-doa kita
yang dikhususkan bagi sesame. Hal ini juga didukung oleh Paus Fransiskus dalam
himbauannya bagi seluruh umat Kristiani untuk berdoa, berpantang dan puasa demi
perdamaian Suriah pada tanggal 7 September 2013. Dengan demikian, kehidupan doa
kita harus senantiasa berdoa untuk siapa saja, bukalah untuk diri sendiri. Di
dalam kehidupan doa ini, kita juga diingat oleh Santo Paulus dalam suratnya
kepada jemaat di Tesalonika, “Bersukacitalah
senantiasa, tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah
yang dikehendaki Allah di dalam Kristus bagi kamu. Janganlah padamkan Roh.”(1
Tes. 5:16-19).
Jika kita telah dipenuhi dengan
Roh-Nya, kita pun dapat bersaksi akan pengalaman iman kita. Namun, kesaksian
iman bukanlah menjadi hal yang baru bagi umat Kristiani. Kita sebagai umat
Kristiani dapat memahami kesaksian iman sebagai bentuk buah dari pengalaman
perjumpaan dengan Kristus. Kesaksian iman pun menjadi suatu identitas perjumpaan
kita bahwa kita telah ditebus oleh Kristus dan mampu merasakan kehadiran-Nya.
Di sinilah, kita mempunyai relasi khusus dengan Tuhan. Kesaksian iman yang kita
miliki saat ini itu tak sebanding dengan kesaksian iman para Santo dan Santa yang telah mempersembahkan diri demi
iman kepada Yesus Kristus. Dengan segala kesaksaian itu, pertanyaan yang muncul
apa yang menjadi dasar mampu menjadi saksi iman? Apa semangat yang ada dalam diri untuk
bersaksi? Kita pun akan mudah menjawabnya. Pertama,
kita mampu memberikan kesaksian iman berawal dari relasi intim dengan Tuhan
melalui doa. Doa bukanlah suatu ritual belaka, namun doa menjadi suatu
kebutuhan untuk berkomunikasi secara mendalam dengan Yang Ilahi. Dengan
doa, kita dapat mengenal Allah dan
memahami kehendak-Nya. Dengan kata lain, kesaksian Iman dapat terjadi jika
mengenal Allah yang Kudus. Kedua, mengenal
Allah melalui Kitab Suci yang menjadi sumber Sabda Allah. Ketiga, Mampu bersatu dengan Allah. Dan yang utama yakni kita
dipenuhi dengan semangat yang bernyala dari Roh Kudus. Di sinilah, kita menjadi
saksi dari semuanya tentang Kristus (bdk. luk 24:48).
Ketika kita telah mengalami itu
semua seperti: pengalaman peziarahan doa, perjumpaan dengan-Nya, keintiman
bersama Allah dan menerima rahmat yang berlimpah , kita sebagai umat Allah dapat mempertanggungjawabkan iman kita dengan
cara ikut ambil bagian dalam kesaksian iman akan Kristus di tengah masyarakat. Yang
menjadi dasar dari semuanya adalah peziarahan doa. Sebab doa menjadi awal
komunikasi antara Tuhan yang mengajak dan kita yang menerima. Hal ini pun merupakan
jantung iman dan makna iman, sehingga kita dapat menyebutnya sebagai makanan
hidupnya iman. Jika komunikasi antara Tuhan dan kita sebagai umat beriman
menjadi makanan hidupnya iman, kita akan selalu memperdalam dan memurnikan
imannya. Ketika pemurnian itu berlangsung, kita dapat menghasilkan buah dalam
peziarahan hidup bersama Tuhan melalui kesaksian iman di dalam kehidupan
sehari-hari. Dan akhirnya, Kesaksian iman
menjadi buah peziarahan dari doa menuju Allah yang Mahatahu. Allah pun
akan selalu menyertai kita sampai akhir zaman.
Daftar Pustaka
Munrroe, Dr.Myles, Prayer: Memahami Manfaat dan Kekuatan Doa, Bogor:
Grafika Mardi Yuana, 2010.
Powell,
John SJ.,Beriman Untuk Hidup, Beriman
Untuk Mati, Kanisius: Yogyakarta,1991.