Dunia

Minggu, 07 Februari 2016

Kesaksian Iman: Buah Peziarahan Doa Menuju Allah

“Bersukacitalah senantiasa, tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus bagi kamu. Janganlah padamkan Roh.”
(1 Tes. 5:16-19)

Inilah sepenggal kisah seorang peziarah yang memberikan kesaksian berdasarkan pengalaman peziarahan doanya. Pengalaman ini membawa peziarah sampai pada suatu perubahan di dalam cara hidup doanya. Saat itu, seorang peziarah mempunyai doa permohonan atau intensi khusus di dalam kehidupannya. Ia mempunyai keyakinan bahwa doanya akan dikabulkan melalui ziarahnya ke 9 tempat goa Maria. Ia pun berencana untuk berziarah ke 9 tempat Goa Maria antara lain: Goa Maria Sendang Sono, Kaliori, Kereb Ambarawa, Jatiningsih, Giriwening, Sendang Sriningsih, Pohsarang, Tritis dan Marganingsih. Rencana itu segera dilaksanakan olehnya. Peziarahannya di mulai dari Goa Maria Sendang Sono, ia mulai doanya dengan devosi jalan salib. Ketika ia telah selesai jalan salib, ia memanjatkan doa atau intensinya melalui Bunda Maria,” Ya Bunda Maria Perawan yang suci, aku bersembah sujud kepadamu, bahwa aku mengalami diri di dalam kedukaan, bantulah aku agar aku mengalami sukacita dan kebahagiaan, sekaligus mohon rahmat kesembuhan. Ya Bundaku, sampaikanlah doaku ini kepada Yesus Putra-Mu Sang maha raja Kerajaan Damai setiap doa dikabulkan.Amin,, Bapa Kami.,Salam Maria, dan kemuliaan 3x ” Pada hari yang pertama ini, peziarah merasa lega telah mengungkapkan doa permohonannya. Ia pun mulai melanjutkan peziarahannya ke Goa Maria yakni Sendang Jatiningsih. Setibanya di tempat ziarah, seperti biasa ia berdevosi jalan salib dan mulai memanjatkan doa yang sama kepada Tuhan di hadapan Bunda Maria. Kelegaan hati telah diperolehnya, seusai ia berdoa. Hari ketiga, peziarah ini mengunjungi Goa Maria Sendang Sriningsih, Prambanan. Devosi favoritnya pun dijalani penuh sukacita, tanpa kesedihan apapun.
Di hadapan Bunda Maria, peziarah duduk bersila dan ingin memanjatkan doa permohonannya. Tetapi, ketika peziarah telah mengucapkan doanya, ia ingat tentang ajaran spiritualitas dari bapa rohani dengan suatu ungkapan,“Anakku, yang dikasihi Tuhan, mengapa doa permohonanmu itu sama terus-menerus, tanpa ada perubahan ? Padahal Tuhan itu tahu apa yang kamu inginkan, Anakku..! Bisakah kamu berdoa secara kreatif? Tuhan itu Mahatahu, dan menunggu doamu yang lebih kreatif.” Peziarah pun mulai menyadarinya. Oleh karena itu, ia mulai berpikir,”Bagaimana doa yang kreatif?”. Tak lama kemudian, ia mendapatkan jawabannya dari pesan Bapa Rohaninya, “Ohhh, aku tahu, doa permohonan yang kreatif bahwa aku tidak hanya berdoa untuk diriku sendiri, tetapi doaku untuk sanak saudara bahkan semua orang yang mengalami kedukaan demi kebahagiaan mereka. Selain itu, doaku akan aku tambah dengan laku pantang dan puasa untuk mereka.” Akhirnya, peziarah ini melanjutkan ziarah Goa Maria. Dengan penuh sukacita,ia mempersembahkan doanya dan serasa ia telah dipenuhi oleh RohNya. Dengan segala ketekunan dalam doa, pantang dan puasanya, ia percaya bahwa Tuhan akan memberikan kebahagiaan sejati bagi semua orang, tanpa kekurangan apapun. Dengan demikian, ia pun merasakan tanda kesuburan hidup yang melimpah dari Tuhan yang dirasakan di dalam kehidupan sehari-hari dan tak kunjung henti berdevosi kepada Bunda Maria.
Dengan menyimak sepenggal kisah  di atas, kita dapat mengetahui kesaksian peziarah yang mengalami perkembangan imannya. Pemahaman baru yang diperolehnya, mampu membawanya pada perubahan cara di dalam berdoa bahwa ia berdoa bukan untuk dirinya sendiri. Bukanlah sifat egois yang diungkapkan dalam doa permohonannya, namun ia mampu melampaui dirinya. Kita tidak bisa memaksakan kehendak sendiri kepada Tuhan, sebaliknya kita seharusnya memahami kehendak-Nya, seperti peziarah di atas. Yang perlu kita cermati yakni peziarah ini bukanlah sebagai pembaca doa, melainkan ia hidup di dalam doa. Sebab, kita mengetahui bahwa ia tak kunjung henti dalam devosi untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Kehidupan doanya pun diimbangi dengan pantang dan puasa untuk orang lain, bukan untuk dirinya sendiri. Puasa pun membawa doa-doa kita ke dalam wilayah yang berbeda. Dengan puasa, kita akan menambah suasana yang kondusif bagi Allah untuk bekerja dan mudah untuk memahami kehendak Allah, sehingga Allah akan memberikan ramat yang berlimpah dan menjawab doa-doa kita yang dikhususkan bagi sesame. Hal ini juga didukung oleh Paus Fransiskus dalam himbauannya bagi seluruh umat Kristiani untuk berdoa, berpantang dan puasa demi perdamaian Suriah pada tanggal 7 September 2013. Dengan demikian, kehidupan doa kita harus senantiasa berdoa untuk siapa saja, bukalah untuk diri sendiri. Di dalam kehidupan doa ini, kita juga diingat oleh Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Tesalonika, “Bersukacitalah senantiasa, tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus bagi kamu. Janganlah padamkan Roh.”(1 Tes. 5:16-19).
Jika kita telah dipenuhi dengan Roh-Nya, kita pun dapat bersaksi akan pengalaman iman kita. Namun, kesaksian iman bukanlah menjadi hal yang baru bagi umat Kristiani. Kita sebagai umat Kristiani dapat memahami kesaksian iman sebagai bentuk buah dari pengalaman perjumpaan dengan Kristus. Kesaksian iman pun menjadi suatu identitas perjumpaan kita bahwa kita telah ditebus oleh Kristus dan mampu merasakan kehadiran-Nya. Di sinilah, kita mempunyai relasi khusus dengan Tuhan. Kesaksian iman yang kita miliki saat ini itu tak sebanding dengan kesaksian iman para Santo dan  Santa yang telah mempersembahkan diri demi iman kepada Yesus Kristus. Dengan segala kesaksaian itu, pertanyaan yang muncul apa yang menjadi dasar mampu menjadi saksi iman?  Apa semangat yang ada dalam diri untuk bersaksi? Kita pun akan mudah menjawabnya. Pertama, kita mampu memberikan kesaksian iman berawal dari relasi intim dengan Tuhan melalui doa. Doa bukanlah suatu ritual belaka, namun doa menjadi suatu kebutuhan untuk berkomunikasi secara mendalam dengan Yang Ilahi. Dengan doa,  kita dapat mengenal Allah dan memahami kehendak-Nya. Dengan kata lain, kesaksian Iman dapat terjadi jika mengenal Allah yang Kudus. Kedua, mengenal Allah melalui Kitab Suci yang menjadi sumber Sabda Allah. Ketiga, Mampu bersatu dengan Allah. Dan yang utama yakni kita dipenuhi dengan semangat yang bernyala dari Roh Kudus. Di sinilah, kita menjadi saksi dari semuanya  tentang Kristus (bdk. luk 24:48).
Ketika kita telah mengalami itu semua seperti: pengalaman peziarahan doa, perjumpaan dengan-Nya, keintiman bersama Allah dan menerima rahmat yang berlimpah , kita sebagai umat Allah  dapat mempertanggungjawabkan iman kita dengan cara ikut ambil bagian dalam kesaksian iman akan Kristus di tengah masyarakat. Yang menjadi dasar dari semuanya adalah peziarahan doa. Sebab doa menjadi awal komunikasi antara Tuhan yang mengajak dan kita yang menerima. Hal ini pun merupakan jantung iman dan makna iman, sehingga kita dapat menyebutnya sebagai makanan hidupnya iman. Jika komunikasi antara Tuhan dan kita sebagai umat beriman menjadi makanan hidupnya iman, kita akan selalu memperdalam dan memurnikan imannya. Ketika pemurnian itu berlangsung, kita dapat menghasilkan buah dalam peziarahan hidup bersama Tuhan melalui kesaksian iman di dalam kehidupan sehari-hari. Dan akhirnya, Kesaksian iman  menjadi buah peziarahan dari doa menuju Allah yang Mahatahu. Allah pun akan selalu menyertai kita sampai akhir zaman.


Daftar Pustaka
Munrroe, Dr.Myles, Prayer: Memahami Manfaat dan Kekuatan Doa, Bogor: Grafika Mardi Yuana, 2010.

                Powell, John SJ.,Beriman Untuk Hidup, Beriman Untuk Mati, Kanisius: Yogyakarta,1991.